Denpasar - Umat Hindu Dharma di Bali merayakan hari Suci
Galungan, hari raya terbesar dalam memperingati kemenangan Dharma
(kebaikan) melawan Adharma (keburukan) dengan penuh khidmat, Rabu.
Umat Hindu baik pria, wanita dan anak-anak dengan mengenakan busana
adat nominasi warna putih dan wanita menjunjung sesajen (sesaji) pergi
ke Pura atau tempat suci keluarga (merajan) untuk mengadakan
persembahyangan.
Suasana kota Denpasar dan daerah pedesaan di Bali tampak cukup
semarak, karena sepanjang jalan dihiasi dengan penjor sebagai lambang
kemakmuran.
Jalan-jalan raya sepanjang kota Denpasar tampak sepi dan lenggang,
karena seluruh perkantoran instansi pemerintah dan swasta di Bali libur
(fakultatif) selama tiga hari berturut-turut,9-11 Februari 2016.
"Umat Hindu pada hari Suci Galungan itu wajib melakukan introspeksi
diri, agar sadar dan mengetahui, kebenaran yang sejati, karena
kebenaran itu tetap ditegakan," kata Ketua Parisada Hindu Dharma
Indonesia (PHDI) Provinsi Bali Prof Dr I Gusti Ngurah Sudiana.
Dengan demikian umat Hindu diharapkan mampu meningkatkan sikap
toleransi dan memantapkan kerukunan hidup antarumat beragama, yang
selama ini hidup harmonis berdampingan satu sama lainnya.
Umat Hindu dalam merayakan Hari Suci Galungan dapat lebih
mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa, agar mendapat bimbingan,
tuntunan dan perlindungan, dengan harapan tetap pada jalan yang benar
sesuai ajaran Dharma.
Hari suci Galungan selain bermakna memperingati kemenangan Dharma
atas Adharma juga memberikan keheningan atas kemakmuran dan
kesejahteraan yang dilimpahkan Ida Sanghyang Widhi Wasa, Tuhan Yang Maha
Esa.
Hari Kemenangan Dharma sekaligus kebangkitan, tangga menuju
pemusatan pikiran dan kesucian diri, agar umat manusia dalam menjalani
kehidupan benar-benar suci dan bersih.
"Pikiran suci akan mampu menghilangkan semua pengaruh yang bisa membawa dampak negatif," harap Gusti Ngurah Sudiana.
Ia juga mengingatkan, umat Hindu tidak menghamburkan uang saat
merayakan Galungan, namun didasari atas kemampuan ekonomi karena yang
mendesak diperhatikan adalah kebutuhan pokok, kelangsungan pendidikan
putra-putrinya, dan aspek kehidupan lain yang lebih penting.
Tidak ada batasan seseorang dalam merayakan ritual Galungan harus
menyuguhkan buah impor atau kue yang berstandar, namun didasarkan atas
keiklasan sesuai dengan kondisi ekonomi yang dimilikinya, ujar Gusti
Ngurah Sudiana.
Editor: AA Ariwibowo
COPYRIGHT © ANTARA 2016