TANJUNG PANDAN- "Tiada hari tanpa
kopi", begitulah kesan ketika melihat sudut-sudut kota Belitung,
tepatnya di KV Senang. Beberapa masyarakat Belitung duduk santai di
bangku-bangku dan meja kayu pendek yang terbilang kusam.
Dari
topik sehari-hari semisalnya harga kebutuhan pokok hingga topik yang
paling hangat waktu itu yakni gerhana matahari total mulai
diperbincangkan. Segelas kopi hitam yang tersaji hangat maupun dingin
menjadi teman "ngobrol" di Warung Kopi Ake.
Pemilik Warung Kopi
Ake, Akiong (61) mengatakan, setiap hari sekitar lebih dari 50 orang
datang ke warungnya untuk menikmati kopi yang disajikannya. Setiap hari
pula, mereka yang datang, lanjut dia, selalu duduk-duduk santai
mengobrol sambil menyeruput kopi.
"Dari
dulu sejak zaman kakek, Warung Ake memang tempatnya orang-orang seperti
guru-guru, pejabat minum kopi pagi-pagi. Dulu gak ada koran, jadi
cerita-cerita apa saja tentang politik," kata Ake kepada
KompasTravel di Belitung, Kepulauan Bangka Belitung saat acara Dwidayatour Media Trip: GMT Belitung pekan lalu.
Suara-suara
perbincangan tentang serba-serbi hidup yang terjadi di sekitar penikmat
kopi di Warung Kopi Ake terdengar lantang. Bahkan seakan-akan berlomba
untuk mengalahkan suara kendaraan yang melintas di Bundaran Tugu Satam.
KOMPAS.com / Wahyu Adityo Prodjo Pengunjung menikmati kopi sambil bermain catur di Warung Kopi Kong Djie, Belitung, Kamis (10/3/2016).
Tak
hanya obrolan-obrolan ringan yang menjadi topik di Warung Kopi Ake.
Akiong mengaku semenjak mencuat isu pemisahan Bangka Belitung dari
Sumatera Selatan, pejabat-pejabat teras berkumpul di Warung Kopi Ake
untuk melaksanakan rapat sambil minum kopi.
"Jadi makanya, dulu suka dibilang warung politik," ucap Akiong sambil tertawa.
Begitu
juga yang terlihat di Warung Kopi Kong Djie di persimpangan Jalan
Kemuning dan Jalan Siburik Barat. Walaupun saat itu terlihat kotor
karena puntung rokok yang bertebaran dan tisu yang berserakan,
masyarakat Belitung tetap asyik mencumbu gelas untuk menikmati kopi.
Pemilik
Warung Kopi Kong Djie, Ishak Holidi (52) menyebutkan warung kopi adalah
tempat untuk bertukar informasi yang terkait dengan kehidupan
sehari-hari.
Topik-topik pembicaraan seperti keluarga, bisnis,
ekonomi, pemerintahan, dan politik akan menjadi santapan sehari-hari di
warung kopi.
"Ini ruang publik tempat orang bisa bersosialisasi.
Biasanya masyarakat sudah minum kopi di rumah tapi tetep ngopi lagi di
warung. Ada juga biasanya buat santai sambil main catur kalau di sini,"
kata Ishak.
KOMPAS.com / Wahyu Adityo Prodjo Pengunjung menikmati kopi sambil berbincang-bincang di dalam Warung Kopi Kong Djie, Belitung, Kamis (10/3/2016).
Salah
seorang konsumen di Warung Kopi Kong Djie, Bagas (20) mengatakan, pergi
ke warung kopi hingga empat kali dalam seminggu. Di warung kopi, ia
datang bersama teman-temannya untuk sekadar berbincang santai setelah
pulang kuliah.
"Ya, di sini ngobrolin tugas, rencana jalan-jalan,
apa saja yang bisa diobrolin," jelas Bagas yang datang bersama tiga
orang temannya.
Pemerhati Sejarah dan Budaya Belitung, Salim Yan
Albert Hoogstad saat ditemui di Museum Tanjung Pandan mengatakan,
kebiasaan minum kopi telah ada sejak zaman Belanda menduduki Belitung.
"Itu
jadi kebiasaan. Misalnya katakanlah orang melayu Belitung ketika
bertamu ke rumah Belanda itu disediakan kopi. Nah kebiasaan inilah yang
terbawa, seperti di Tanjung Pandan ada Kopi Ake dari zaman Belanda sudah
ada," kata Salim.
Ia memberikan contoh lain kebiasaan minum kopi
di Manggar, Belitung Timur. Di Manggar, masyarakat di sana banyak yang
bekerja di sektor pertambangan dan punya kebiasaan minum kopi.
"Umumnya
kerja tambang selesai sore hari. Jadi untuk menghilangkan rasa penat
mereka berkumpul, silaturahmi sambil ngopi," tambah Salim.