Jakarta - Konsumen tempat perbelanjaan, baik pasar
swalayan maupun minimarket, kini tidak lagi mendapatkan kantong plastik
atau tas kresek untuk membawa barang belanjaan secara gratis.
Pemerintah dan Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) sepakat
memberlakukan penggunaan kantong plastik berbayar seharga Rp200 per buah
untuk mengurangi limbah plastik mulai 21 Februari 2016 bertepatan
dengan Hari Peduli Sampah Nasional.
Sejumlah kota telah melakukan seremonial pencanangan tas kresek berbayar itu meski dengan harga yang berbeda.
Saat ini pelaksanaan ketentuan itu masih uji coba. Jika tidak ada
masalah, ketentuan itu terus berlanjut, antara lain dengan akan diatur
berdasarkan peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK).
Kesepakatan tersebut diperoleh usai Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan (KLHK) menggelar pertemuan dengan Badan Perlindungan Konsumen
Nasional(BPKN), Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), dan Aprindo.
Hasilnya telah disosialisasikan melalui surat edaran KLHK kepada
Kepala Daerah melalui surat nomor S.1230/PSLB3-PS/2016 tertanggal 17
Februari 2016 tentang Harga dan Mekanisme Penerapan Kantong Plastik
Berbayar.
Selama masa uji coba, kata Ketua Umum Aprindo Roy N. Mandey,
pemerintah, BPKN, YLKI, dan Aprindo sepakat bahwa pengusaha ritel modern
tidak lagi menyediakan kantong plastik secara cuma-cuma untuk konsumen.
"Mekanismenya sama seperti membeli produk lainnya, kasir akan scan
barcode kantong plastik dan bukti pembayarannya akan tertera pada struk
belanja," katanya.
Roy juga menjelaskan bahwa spesifikasi kantong plastik yang
digunakan ritel modern juga telah ditentukan, yaitu hanya yang ramah
lingkungan, yakni menimbulkan dampak lingkungan paling minimal serta
memenuhi standar nasional yang ditetapkan pemerintah.
Hal itu tidak jadi soal karena beberapa anggota Aprindo memang sudah
menggunakan plastik jenis oxo biodegradable yang lebih mudah terurai.
Uji Coba
KLHK menargetkan uji coba sampai 6 bulan dengan evaluasi berkala 3
bulan sekali. Jika program ini berhasil, menurut Menteri LHK Siti
Nurbaya Bakar, sistem ini akan diatur dalam regulasi peraturan menteri.
Menurut dia, persoalan sampah merupakan kewenangan pemerintah kota,
sementara pemerintah pusat memberikan pendampingan, dukungan, dan
standarnya.
Sebanyak 22 kota di Indonesia, seperti Jakarta, Bandung, Balikpapan,
Makassar, dan Surabaya, serentak memberlakukan sistem tas kresek
berbayar itu.
"Sistemnya diatur oleh pemerintah provinsi sampai tingkat kota," kata Nurbaya.
Menteri mengatakan bahwa pemerintah memfasilitasi dan mendukung
seluruh provinsi, kabupaten, kota, hingga kecamatan dan desa untuk
melakukan pengurangan dan penanganan sampah melalui program kantong
plastik berbayar.
KLHK menetapkan harga minimal standar Rp200 untuk setiap kantong
plastik. Namun, sejumlah kota memberikan harga yang lebih tinggi agar
masyarakat lebih terbebani dan berinisiatif untuk membawa tas belanja
sendiri dari rumah.
Sebagai contoh, Pemprov DKI Jakarta memberlakukan harga Rp5.000,00
di seluruh tempat perbelanjaan, baik pasar swalayan maupun minimarket.
Wakil Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat mengatakan bahwa
deklarasi pemberlakuan kantong plastik berbayar karena sebagian besar
sampah di Jakarta berasal dari kantong plastik yang baru bisa terurai
selama 500 hingga 1.000 tahun ke depan.
Uji coba kantong plastik di Jakarta telah dilakukan sejak sebulan
lalu dan akan dievaluasi sebagai tindak lanjut untuk membuat regulasi ke
dalam peraturan gubernur (pergub) atau peraturan daerah (perda).
Sementara itu, Balikpapan menerapkan harga Rp1.500,00 per kantong dan Makassar Rp4.500,00.
Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia
(GAPMMI) Adhi S. Lukman mengatakan bahwa seluruh hasil penjualan kantong
plastik yang disediakan oleh perusahaan ritel minimarket dan pasar
swalayan akan dialokasikan untuk pembinaan edukasi konsumen dengan
harapan masyarakat sadar untuk mengurangi sampah.
Lebih Praktis
Duta Lingkungan Hidup Tasya Kamila mengatakan bahwa berbelanja lebih
praktis jika membawa tas sendiri dari rumah daripada menggunakan tas
kresek yang justru tidak terpakai dan menjadi sampah rumah tangga.
"Sebenarnya lebih praktis bawa tas sendiri misalnya yang besar. Mau
beli baju ataupun makanan cukup bawa satu tas jinjing," kata Tasya.
Penyanyi yang terkenal dengan lagu "Anak Gembala" tersebut
mengatakan bahwa kebiasaan membawa tas jinjing ketika berbelanja sudah
dilakukannya sejak SMA, bahkan dirinya menolak jika sang kasir
memberinya tas kresek.
Tasya yang juga mempromosikan gerakan Indonesia Bebas Sampah 2020
melalui akun Twitter dan Instagramnya pun mengajak masyarakat seluruh
Indonesia untuk menyukseskan program kantong plastik berbayar yang
dicanangkan oleh KLHK.
Sementara itu, Duta Lingkungan UNESCO Agustinus Gusti Nugroho atau Nugie mengapresiasi adanya peraturan itu.
"Sudah baik kampanyenya. Namun, regulasinya yang perlu diperhatikan.
Apa dijalankan atau tidak, apalagi masih ada perundingan harga yang
dikompensasi konsumen," kata musisi yang rajin bersepeda ke lokasi
kerja.
Rasional
YLKI menyatakan kebijakan plastik berbayar pada sektor ritel modern itu merupakan hal yang rasional.
Menurut Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi, peraturan itu
rasional karena diberlakukan demi menjaga dan mengurangi tingkat
kerusakan lingkungan yang lebih parah, mengingat konsumsi kantong
plastik di Indonesia tergolong tinggi, yaitu 9,8 miliar kantong plastik
per tahunnya, atau nomor dua di dunia setelah Tiongkok.
Dengan adanya kebijakan plastik berbayar, diharapkan ada perubahan
perilaku konsumen saat berbelanja di pasar modern, misalnya membawa
bungkus/wadah atau tas sendiri saat berbelanja serta tidak meminta
bungkus plastik secara berlebihan.
Namun, Tulus menilai dengan nominal Rp200 per kantong plastik belum
akan memberikan efek jera bagi konsumen untuk tidak menggunakan kantong
plastik. Oleh karena itu, dia mengharapkan kebijakan itu dievaluasi
secara rutin per 3 bulan.
"Dengan demikian, penerapan plastik berbayar benar-benar bisa
menjadi disinsentif bagi konsumen. Akan tetapi, dengan tetap
memperhatikan aspek daya beli konsumen," katanya.
Ia juga menekankan pemerintah agar bersikap adil dan seimbang dengan
memberikan disinsentif pada produsen dengan tujuan tidak berlebihan
dalam mengonsumsi plastik saat melakukan produksi.
"Produsen harus diwajibkan menarik dan mengumpulkan bekas kemasan
plastik di pasaran yang jelas-jelas merusak lingkungan. Produsen juga
wajib membuat kemasan dan bungkus plastik yang mudah diurai oleh
lingkungan dan bisa digunakan ulang," katanya.
Dana dari kantong plastik itu juga dipandang oleh YLKI, harus
dikelola secara independen atau melalui badan khusus yang dipakai untuk
kegiatan pengendalian pencemaran lingkungan.
"Badan khusus ini bisa terdiri atas unsur pemeritah dan masyarakat
atau lembaga swadaya masyarakat. Setiap tahun harus diaudit. Jadi, dana
tersebut tidak boleh dikelola oleh ritel. Mereka hanya bertugas
pengumpul saja," katanya.
Editor: Unggul Tri Ratomo
COPYRIGHT © ANTARA 2016