JAKARTA - Pasola, puncaknya perayaan
adat di Kabupaten Sumba Barat, Nusa Tenggara Timur akan diselenggarakan
Minggu (29/2/2016). Tradisi ratusan tahun tersebut akan berlangsung di
Kecamatan Wanokaka, yang merupakan rangkaian terlengkap dan terbesar di
Sumba Barat.
"Pasola di Wanokaka sudah ditetapkan tanggal 29 Februari. Wanokaka
merupakan yang terlengkap dan terbesar rangkaiannya di Sumba Barat
nanti," ujar Anisa Umar, Sekretaris Dinas Kebudayaan dan Pariwisata
Sumba Barat, saat dihubungi
KompasTravel, Selasa (23/2/2016).
Tradisi
puncak ini akan dipenuhi ribuan orang tepatnya di padang rumput atau
savana Lahigalang. Akan ada puluhan pemuda dari 10 dusun/paraingu yang
beradu ketangkasan mengendalikan kuda dan menombak lawannya dengan
lembing tumpul.
Disbudpar Sumba Barat memprediksi wisatawan akan
membeludak seperti tahun-tahun sebelumnya. Seperti di beberapa lokasi
yang sudah diselenggarakan Pasola lebih dulu, yaitu Lamboya dan Gaura
pada awal Februari 2016.
"Prediksinya akan membeludak di atas
2.000 orang. Lapangan pun biasanya penuh bahkan banyak yang tidak bisa
nonton. Mereka telah menginap mayoritas satu hari sebelumnya, karena
banyak rangkaian adat juga sebelumnya," ujar Anisa.
Anisa
menjelaskan, sejak dua minggu lalu masyarakat Wanokaka dan sekitarnya
melakukan rangkaian adat termasuk pantangan-pantangan agar Pasola
berjalan dengan lancar. Seperti dilarang membangun rumah, berpesta,
hingga bermusik.
AFP PHOTO / ROMEO GACAD Warga bersiap mengikuti tradisi Pasola, perang di atas kuda di Desa Ratenggaro, Sumba, NTT, 22 Maret 2014.
Penetapan pelaksanaan Pasola dilakukan oleh rato, leluhur adat atau para imam bagi kepercayaan Merapu.
Penetapan
ini dilakukan kurang dari satu minggu sebelum Pasola, dengan melihat
tanda-tanda alam yang muncul seperti bulan yang paling terang, dan
beberapa jenis tanaman yang mulai tumbuh.
"Jika meleset sedikit
saja nyale atau cacing laut di pantai tidak keluar, akibatnya Pasola pun
tidak sempurna, dan hasil panen ke depan diprediksi akan buruk,"
ujarnya.
Maka sejak ditemukannya tanggal pasti itulah, mulai dilaksanakan upacara-upacara adat yang sakral.
Dua
malam sebelum pelaksanaan diadakan tinju tradisional antar pemuda dusun
yang menggunakan sarung dari jerami. Lalu di siang harinya buah sirih
dan pinang yang menjadi buah adat dipanen bersama dan serempak.
Senjata-senjata
pusaka adat pun tidak lupa dimandikan satu hari sebelum Pasola.
Selanjutnya berziarah sambil melihat bulan di altar megalik dan batu
kuburan keramat yang menghias setiap jantung kampung juga dusun.
"Wisatawan
mulai ramai sekali biasanya saat Bau Nyale atau pengambilan cacing
nyale di pagi hari. Sejak pukul 06.00 pantai sudah penuh wisatawan,"
ujar Anisa.
Nyale merupakan cacing laut yang keluar satu tahun
sekali, dan melambangkan kesuburan bagi masyarakat penganut kepercayaan
Merapu. Hasil panen satu tahun ke depan akan bisa diramalkan dari jumlah
nyale yang didapat dan darah yang menetes di Pasola.
KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO Menghindari Serangan.
Anisa
menambahkan rentan waktu yang sangat dekat dari penetuan tanggal
pelaksanaan dengan hari pelaksanaannya sendiri, membuat sulitnya
wisatawan mancanegara untuk datang.
"Karena penetapannya dadakan, jadi memang sulit untuk wisman mengagendakan datang ke sini. Sebenarnya banyak tour agent yang suka menanyakan tanggalnya. Tapi kan ini disepakati oleh adat, jadi tidak bisa didahulukan," ujarnya.
Menyinggung
target wisatawan, menurut Anisa, pihaknya tidak terlalu berharap dari
wisatawan mancanegara (wisman). Namun wisatawan domestik ditargetkan
lebih dari 2.000 orang.
Begitu juga ketika ditanya perihal hotel-hotel yang sudah dipesan wisatawan apakah masih tersedia, Anisa belum bisa memastikan.