Sedangkan seorang wanita lainnya memandu dengan menyanyikan beberapa lantunan lagu. Gemuruh hentakan rapa’i mengiringi sembilan penari itu. Mereka adalah penari Sanggar Teknik Informatika (TIK) Politeknik Negeri Lhokseumawe, Aceh.
Sejak dua tahun lalu, mahasiswa yang sehari-hari bergelut dengan kecanggihan teknologi informasi sepakat mendirikan sanggar tari itu.
Mereka fokus pada tiga tarian yaitu Tari Ranup Lampuan, Ratoh Jaroe dan Tarek Pukat. Ketiga gerakan tarian itu dilatih berulang kali. Sehari dalam sepekan mereka berkumpul di lapangan itu.
Dara hitam manis yang kerap disapa Nia itu mengaku mereka patungan untuk membiayai kegiatan itu. Membeli minum untuk latihan pun kerap diambil dari dana patungan.
Sesekali, pembina sanggar itu Ismaniar Ishal, memberikan dukungan berupa dana untuk mereka latihan. Semangat menjaga tradisi di benak remaja Aceh ini patut dibanggakan.
“Kami ingin seni ini terus berjalan. Meski kami dari kalangan teknik, bukan berarti kami tidak peduli pada seni tradisi. Kami ingin tarian tradisional hidup dan lestari di Indonesia,” sebut Caesar, sang penabuh rapa’i.
“Kami mentas di Politeknik. Suatu hari mungkin kami mentas di luar kampus,” harap Caesar.
Di sekitar lapangan, sejumlah penonton melihat aksi mereka. Ada yang takjub. Sesekali bertepuk tangan. Di langit mendung mulai menggulung dan hujan mulai turun. Namun mereka tetap berlatih. Demi melestarikan seni tradisi Aceh.
Penulis | : Kontributor Lhokseumawe, Masriadi |
Editor | : I Made Asdhiana |