Setelah beberapa
tahun berjalan, masyarakat bereaksi dan penggalangan dana dengan model
seperti itu dihentikan. Masyarakat semakin perlu tahu "perjalanan" dan
pemakaian uang mereka sejelas-jelasnya.
Dinyatakan
pemerintah, harga BBM akan diturunkan lagi pada 5 Januasi tahun depan,
di antaranya premium, dari Rp7.400/liter menjadi Rp7.150/liter.
Menurut dosen Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara itu, di
Medan, Minggu, dalam beberapa kali penyesuaian harga BBM, masih
terlihat ketidaktransparanan dan ketidakkonsistenan dalam penetapan
harga.
Dia memberi contoh, harga BBM terakhir naik 1 Maret 2015 atau
premium menjadi Rp7.300 dan solar Rp6.900 per liter, saat harga minyak
mentah di pasar dunia sebesar 50 dolar Amerika Serikat per barel dan
nilai tukar uang Rp13.000 per satu dolar Amerika Serikat.
Dengan harga minyak mentah dewasa ini yang lebih murah 22.5 persen
berdasarkan MOPS Singapura, dan nilai tukar rupiah yang melemah 6,2
persen terhadap dolar Amerika Serikat dibandingkan kondisi Maret 2015,
penurunan harga premium menjadi Rp7.150 per liter dinilai tidak
proposional.
Hitungan harga BBM itu semakin dinilai tidak tepat. Menurut dia,
karena dalam penetapan harga keekonomian premium (nanti) Rp6.950
seliter itu, masih ada tambahan pungutan dana ketahanan energi Rp200
perliter. Dijumlah, menjadi Rp7.150/liter sementara sekarang masih
Rp7.400/liter.
"Kebijakan penurunan harga BBM, terkhusus premium yang hanya
sebesar Rp150 perliter dan pungutan dana ketahanan energi sangat tidak
tepat," katanya.
Dia menegaskan, pungutan dana ketahanan energi tersebut yang
menurut Menteri ESDM telah berdasarkan UU Nomor 30/2007 tentang Energi
itu tidak tepat.
Alasan dia, dalam pasal 30 ayat (4) UU
Nomor 30/2007 itu tertulis, ketentuan mengenai pendanaan (untuk
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam pengembangan energi
baru dan energi terbarukan) diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Pemerintah.
Sampai saat ini, belum ada satupun
publikasi dan kampanye pengembangan energi baru hasil kerja instansi
pemerintahan yang dibiayai dana dari pungutan ini, yang diumumkan kepada
publik, lengkap dengan skema pendanaan dan pihak-pihak yang memakai
dana itu.
Sampai saat ini pula, katanya, PP yang mengatur ketetapan besarnya
pungutan dana ketahanan energi belum disusun dan Badan Pengelola Dana
Ketahanan Energi yang bertanggung jawab dalam pengelolaan dana juga
belum dibentuk.
"Jadi, pungutan dana ketahanan energi belum memiliki landasan hukum," katanya.