Surabaya - Ditjen Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan (Kemendikbud) menyatakan telah menggelontorkan dana Rp1,8
triliun untuk merenovasi dan membangun museum di sejumlah daerah.
"Banyaknya
dana itu digunakan membangun dan merenovasi museum sekitar 40 persen,
termasuk koleksi alat, kesenian serta benda-benda di dalam museum,
seperti Museum Etnografi dan Pusat Kajian Etnografi Unair," kata Dirjen
Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud),
Dr Hilmar Farid, dalam peluncuran Museum dan Pusat Kajian Etnografi,
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Airlangga
(Unair) Surabaya, di Jawa Timur pada Senin.
Ia mengatakan dengan adanya bantuan anggaran, maka diharapkan
museum-museum yang masih kesulitan akses bisa dengan mudah menghidupkan
kembali museum tersebut, karena selama ini beberapa museum memiliki
program yang sedikit.
"Hal terpenting yang dipikirkan dari museum adalah soal akses.
Sebelum pengunjung atau orang masuk museum, maka ia sudah memiliki
informasi, sehingga informasi akan bergantung pada program dari museum
itu agar koleksi museum lebih dikenal masyarakat," kata dia.
Ketiadaan program dari museum, lanjutnya, akan membuat orang
kesulitan mengakses. Selama ini hanya segelintir museum yang
mengembangkan program karena Sumber Daya Manusia (SDM) masih terpaku
pada permasalahan administrasi.
"Saya mencontohkan objek koleksi yang dipamerkan, setiap koleksi
bisa dipamerkan dengan berbeda-beda, misalnya tengkorak dengan gigi,
maka bisa berbicara tentang pola pangan dari orang di masa lalu,
sehingga museum akan lebih hidup," terangnya.
Menurut dia, museum di Indonesia masih sangat sedikit melaksanakan
program, terlihat dari struktur organisasi museum yang masih belum
mempunyai direktur program dan kurator.
"Persepsi orang ketika menggunakan kurator menjadi suatu kemewahan
karena kurator adalah orang yang punya kemampuan tinggi dan tidak murah.
Selama ini untuk mempertahankan eksistensi museum saja susah, jadi
inilah tantangan kedepannya," jelasnya.
Oleh karena itu, ia menambahkan museum berbasis universitas
berperan penting dalam pengembangan museum di era saat ini, karena
perguruan tinggi dikenal sebagai tempat berkumpulnya pengetahuan,
penelitian dan pengkajian hasil ilmiah.
"Di Unair memang bukan yang pertama kali karena sudah ada di
Universitas Cendrawasih (Uncen), Papua, namun hal ini menjadi upaya
membangun tradisi baru karena selama ini universitas dikenal sebagai
tempat mengumpulkan pengetahuan, penelitian dan pengkajian," tuturnya.
Sementara itu, Ketua Pengelola Museum dan Kajian Etnografi FISIP
Unair, Toetik koesbardiati, menjelaskan beberapa koleksi tengkorak
manusia pra sejarah 1.040 Sebelum Masehi (SM) atau 3.000 tahun lalu.
Selain tengkorak, museum juga mempunyai koleksi berbagai fosil dan
penemuan lainnya. "Kami mempunyai koleksi banyak kerangka yang tersebar
di Jawa Timur, salah satunya kerangka dari Trowulan, Mojokerto,"
katanya.
Ia menambahkan koleksi tertua yang dimiliki berasal dari Nusa
Tenggara Timur (NTT) dengan usia sekitar 3.000 tahun yang masih terus
diteliti oleh Unair.
Editor: Suryanto
COPYRIGHT © ANTARA 2016