TEMANGGUNG – Bambu—atau pring dalam
bahasa Jawa— mempunyai fungsi yang beragam. Selain bisa berguna untuk
bangunan rumah, bambu menyerap oksigen yang amat banyak. Bambu unggul
karena sangat cepat tumbuh.
Namun banyak warga yang tak peduli
pada keberadaannya. Adalah Singgih Susilo, alumnus Desain Institut
Teknologi Bandung (ITB) yang mempunyai niatan memberdayakan desa melalui
bambu. Ya, bambu bagi warga desa sering dikesampingkan, lantaran dijual
pun dengan harga murah.
Menurut Singgih, di tangan orang tepat,
bambu bisa bernilai jual tinggi. “Orang desa ini bosan sama bambu. Bambu
yang ada ditebangi karena dianggap mengganggu, padahal di banyak negara
bambu digandrungi,” kata Singgih kepada
KompasTravel di sela gelaran Pasar Papringan di Temanggung, Jawa Tengah, Minggu (20/3/2016).
Pasar
Papringan ialah pasar seni yang digelar di bawah rerimbunan bambu. Di
lahan seluas 1.000 meter persegi, pasar ini nampak ramai. Selain
disertai pentas musik, pasar ini menjual sejumlah aneka produk makanan,
minuman, suvenir dan kerajinan.
Pasar Papringan unik karena alat
tukar dalam berbelanja tidak menggunakan uang rupiah. Sebelum masuk
pasar, uang ditukarkan pada volunteer yang bersiaga di depan dan tengah
pasar.
KOMPAS.COM/NAZAR NURDIN
Alat transaksi yang digunakan di Pasar Papringan, di Temanggung, Jawa
Tengah, Minggu (20/3/2016). Pasar ini dibuka tiap Minggu Wage, atau 36
hari sekali.
Mata
uang tertulis angka 1 berarti 1.000, dan 5 sama dengan 5.000, hingga
angka berikutnya. Mata uang ini dipapah halus dengan dasar bambu.
Sejumlah
aneka barang jualan juga ditampilkan melalui bambu. Tas bambu,
keranjang bambu, hingga olahan bambu dijual di pasar ini. Keunikan pasar
inilah yang kemudian membuat pasar yang baru digelar tiga kali ini
ramai pengunjung luar kota.
Digandrungi Bule
Bambu
di Dusun Kelingan sangat dijaga betul. Selain dijadikan kerajinan
tangan, bambu juga dibuat bahan untuk sepeda. Batang bambu pilihan
dijadikan rangka sepeda yang cukup kuat. Desain bambu yang menarik juga
membuat perhatian warga dunia melirik.
Burhanuddin, alumnus
National Institute of Desain (NID) Gujarat India juga belajar
mengembangkan bambu di tempat ini. Sudah sejak Februari 2016 lalu, dia
belajar membuat desain dari bambu.
Ia pun berhasil membuat
keranjang bambu dipadu dengan batik kelingan. “Saya tertarik dengan
konsep bambu ini. Makanya saya magang, dan buat propotipe dari bambu,”
kata pria asal Kashmir, India ini.
Desain bambu, menurut Singgih,
juga dilirik negara tetangga, seperti Thailand, Malaysia hingga Jepang.
Mereka tertarik melihat olahan bambu yang dijadikan berbagai rupa.
Begitu juga wisatawan asal Amerika Serikat yang ikut serta melihat.
KOMPAS.COM/NAZAR NURDIN Rumah bambu di sekitar Pasar Papringan, Temanggung, Jawa Tengah, Minggu (20/3/2016). Rumah ini digandrungi para pengunjung.
“Ketika
saya sampaikan ke mereka, saya malu. Karena kalau ide saya sampaikan
mereka yang akan membuatnya, sementara di negara kita tidak,” kata
Singgih.
Singgih pun yakin bambu masih akan mempunyai masa depan cerah. Bambu yang bernilai murah didesain berupa kursi.
“Saya
redesain kembali kursi yang ada. Itu saja sudah menjadi ikon perusahaan
Santai Furniture di Jerman. Satu kursi dihargai Rp 7 juta dengan bahan
jati. Kursi juga dipakai saat festival buku di Frankfurt, Jerman
beberapa waktu lalu,” ujarnya.
Singgih berharap agar pemerintah
bisa memberikan perlindungan melalui seperangkat aturan. Dengan begitu,
dorongan warga desa yang berjiwa kreatif akan muncul sehingga bisa
bersaing dengan tenaga-tenaga asing.