Laut Mati menyusut, menyisakan lubang-lubang berbahaya
Jumat,2015-07-31,08:47:11
Kanal menuju Laut Mati terlihat di Israel, Senin (27/7). Laut mati mengering, dan airnya berkurang lebih dari satu meter per tahun, ratusan lubang, beberapa sebesar lapangan basket, beberapa sedalam bangunan dua tingkat, memenuhi daratan yang sebelumnya merupakan tepi pantai. (REUTERS/Amir Cohen)
(Berita Dunesia) Ein Gedi, Israel - Kebun kurma dengan daun-daun yang telah
lama gugur dan batang yang terkulai dalam panas yang membakar di titik
paling rendah Bumi adalah korban terbaru peningkatan dramatis jumlah
lubang pembawa petaka di sepanjang pantai Laut Mati.
Para pekerja sudah berhenti merawat pohon-pohon kurma itu, takut Bumi akan menelan mereka.
Laut
Mati menyusut, dan saat airnya susut pada laju lebih dari satu meter
per tahun, ratusan lubang muncul, beberapa seukuran lapangan basket,
beberapa sedalam bangunan dua lantai, menghabiskan tempat yang dulu
garis pantai.
Pohon-pohon kurma berbaris di sepanjang jalan dua
jalur di gurun--jalur arteri utama Utara-Selatan yang memotong Israel
dan Tepi Barat Palestina-- yang ditutup enam bulan lalu ketika lubang
menganga terbuka di bawah aspal.
Ratusan lubang baru muncul setiap tahun, dan lajunya diperkirakan meningkat.
Para
pejabat tidak punya data mengenai perluasan kerusakan, tapi jaringan
listrik menyusut dan caravan dan bungalo tertelan. Kadang-kadang pejalan
kaki terluka karena jatuh ke salah satu lubang.
"Ini bukan
masalah yang bisa kita atasi sendiri," kata Dov Litvinoff, wali kota
kawasan Tamar, yang meliputi belahan selatan Laut Mati di Israel.
Penyusutan
laut itu utamanya terjadi karena sumber-sumber air alami yang mengalir
ke selatan melalui lembah Sungai Jordan dari Suriah dan Lebanon telah
dialihkan untuk pertanian dan air minum.
Dan kegiatan pertambangan bertanggung jawab atas 30 persen penurunan itu menurut kelompok riset parlemen Israel.
Pemindahan infrastruktur merupakan solusi sementara, kata Wali Kota.
Kemunculan
lubang-lubang itu hanya berhenti ketika air Laut Mati pulih, dan itu
membutuhkan inisiatif internasional karena itu juga berbatasan dengan
Yordania dan Tepi Barat.
Bahkan jika semua orang terlibat, dia
mengatakan, akan butuh berpuluh-puluh tahun untuk membalikkan kerusakan
ekologis danau garam yang berada lebih dari 400 meter di bawah permukaan
laut, titik terendah di daratan kering, cekungan yang terbakar panas
terik.
Bank Dunia mempromosikan proyek desalinasi air dari Laut
Merah untuk memompa hasil samping air asin ke Laut Mati, tapi masih
belum jelas apakah proyek itu akan berjalan, dan kelompok-kelompok
lingkungan menyatakan itu hanya akan mewakili setetes dalam satu ember.
Dampak pelarutan garam
Laut
Mati adalah tempat favorit para turis, yang menikmati mengapung tanpa
usaha di air berkadar garam tinggi dan merawat kulit mereka dengan
lumpur kaya mineral di pantai-pantainya.
Kawasan itu juga
mendukung industri tambang besar. Israel Chemicals (ICL) dan Arab Potash
Company dari Yordania mengekstrak mineral seperti pupuk potas (kalium
karbonat) dan bromine untuk ekspor ke seluruh dunia.
Lubang-lubang
petaka muncul di pantai-pantai Laut Mati di wilayah Israel, tapi di
tidak muncul di Yordania yang pantainya lebih curam menurut Guy
Dunenfeld, kepala insinyur Dewan Regional Tamar.
Pantai di Israel datar, dan akibatnya air menyurut dengan cepat, katanya.
Jauh
di dalam tanah ada lapisan garam 30 meter yang terbentuk selama ribuan
tahun. Tanpa air Laut Mati untuk melindunginya, air dari hujan atau
banjir gurun meresap ke bawah tanah dan melarutkan lapisan garam,
menciptakan rongga yang pada akhirnya runtuh, menghisap tanah.
Geological Survey of Israel sudah mulai memantau perubahan kontur tanah dengan citra-citra satelit yang bisa memberi sinyal pembentukan lubang-lubang.
"Kadang kala mereka memberi kita pemberitahuan sekitar sepekan, termasuk lubang yang merusak jalan raya," kata Dunenfeld.
"Tapi
tidak ada yang bisa kita lakukan dengan informasi itu selain
mengirimkan tim, menutup lubang baru dengan tanah dan memperbaiki
kerusakan setelah itu terjadi."
Itu adalah sesuatu, tapi tidak
cukup untuk menyakinkan para pekerja di kebun kurma yang masih terlalu
takut untuk kembali. (REUTERS)