Kegaduhan dalam suatu organisasi dan atau korporasi, pada hakikatnya
adalah sesuatu yang lazim sebagai bentuk dinamika hidup sebuah
organisasi.
Dinamika ini hadir sebagai akibat logis adanya
serikat beberapa orang di dalam organisasi atau korporasi. Karena kita
tahu bahwa orang-orang tersebut memiliki perbedaan yang nyata dalam hal
latar belakang, sikap, sifat, dan perilaku.
Belum lagi
masing-masing individu tersebut juga membawa agenda dan kepentingan yang
ingin mereka perjuangkan. Meskipun kepentingan tersebut terkadang tidak
sesuai dengan tujuan atau visi organisasi atau korporasi dimana mereka
berkarir.
Takaran Kegaduhan
Kegaduhan
tersebut memiliki takaran yang bisa dianggap sebagai dinamika yang wajar
atau tidak. Salah satu ukuran kegaduhan yang wajar adalah jika
keributan itu berjalan dalam koridor upaya pencapaian visi, misi, serta business goals.
Jika
ternyata kegaduhan itu memiliki tanda-tanda hanya sebagai proses
pencitraan untuk meraih simpati publik atau hanya terkesan ingin
menghadirkan sensasi tanpa esensi, lebih parah lagi bila ternyata
kegaduhan itu adalah akibat disfungsi peran kepemimpinan didalam
organsasi atau korporasi. Maka bisa dipastikan kegaduhan itu akan
berubah menjadi mimpi buruk yang tidak bertepi bagi korporasi tersebut.
Kondisi
tersebut bukan hanya bentuk kegaduhan yang tak wajar, namun itu adalah
kegaduhan yang membawa kegalauan sistemik, alias kegaduhan yang melebihi
takaran yang normal.
Maka seorang pemimpin yang cerdas dan
tangkas harus waspada segera mengambil tindakan yang cermat bagaimana
menyesuaikan gaya kepemimpinannya dalam suasana yang gaduh ini.
Memang
bukan perkara yang gampang menjalankan fungsi kepemimpinan dalam
situasi yang gaduh, oleh karena itu kami hadirkan solusi sederhana yang
berdaya guna bagaimana memimpin dalam kegaduhan.
Sebab kegaduhan
Ada
beberapa sebab mengapa kegaduhan yang sangat mengganggu tersebut bisa
terjadi. Jika ditelaah dari aspek perjalanan sebuah organisasi yang baru
dibentuk atau baru lahir.
Maka kegaduhan itu umumnya merupakan fase kedua dari 4 fase yang harus dijalani oleh organisasi untuk sampai pada fase 4 yaitu performing. Fase kedua itu disebut sebagai storming.
Fase storming
atau fase “badai” ini merupakan kondisi yang normal disebabkan oleh
banyaknya orang-orang yang baru datang dan mengenal satu sama lain, ini
adalah kelanjutan dari fase 1 yang disebut dengan fase forming.
Setelah melewati fase 1, secara alami mereka akan melakukan fine tuning pada fase storming,
cirinya adalah satu sama lainnya saling menyampaikan pendapat dan
keinginannya yang ternyata berbeda bahkan bertentangan, sehingga
menimbukan friksi, konflik, pertentangan hingga pertengkaran persis
seperti badai, dan pastinya sangat gaduh.
Sebab kedua adalah jika
organisasi atau korporasi tersebut sudah mapan atau telah lama
terbentuk, umumnya kegaduhan disebabkan oleh oknum-oknum yang sedang
mengalami sindrom “ababil” singkatan dari ABG labil!
Oknum atau
karyawan ini jelas terlihat lebih centil dari biasanya karena kondisinya
sedang labil, dan ingin mencari perhatian, dengan kata lain sedang
mengoperasikan strategi pencitraan.
Oknum yang labil ini oleh
rekan kerjanya dikenal dengan besar mulut, asal bicara, dan tampak
agresif mengurusi pekerjaan orang lain yang bukan urusannya.
Lantas apa yang menyebabkan oknum atau karyawan ini menjadi centil dan labil?
Berdasarkan
kajian empiris banyak oknum yang labil ini ada pada kuadran 2, yaitu
mereka yang memiliki Komitmen tinggi karena baru saja mendapatkan
jabatan yang diinginkannya, namun sayang memiliki kompetensi yang
rendah.
Maka untuk menutupi kelemahannya atau kemampuannya yang
masih rendah itu, dia akan melakukan gerakan pencitraan agar
dipersepsikan sebagai orang yang pintar, cerdas dan menguasai semua hal.
Strategi Meredam Kegaduhan
Mengacu kepada sebab-sebab kegaduhan di atas, inilah strategi yang dianjurkan untuk memadamkan kegaduhan itu.
Jika penyebab kegaduhan itu adalah karena organisasi baru saja lahir atau baru dibentuk dan masuk ke fase 2 yaitu storming.
Kepemimpinan
yang tepat adalah dengan mengambil alih semua proses bisnis menjadi
terpusat, disini sang pemimpin wajib secara langsung terlibat pada semua
hal, bahkan yang paling detil sekalipun.
Dengan strategi ini
kepimimpinan harus dilakukan dengan hands on alias ditangani langsung
oleh pemimpin, dan pemimpin wajib memberikan teladan apa yang harus
dikerjakan dan apa yang terlarang. Termasuk dalam hal komentar dan
komunikasi di luar organisasi, hanya bisa dan boleh dilakukan oleh 1
orang yang ditunjuk oleh pemimpin saja.
Semua karyawan tidak boleh berkomentar semaunya, semua hal harus
dikomunikasikan terlebih dahulu dengan pemimpin dan semua anggota tim,
dan pemimpin disini juga wajib tegas menjelaskannya dengan serius, bukan
dengan “cengengesan”!
Lalu bilamana kegaduhan itu disebabkan
oknum yang sedang centil dan labil? Maka yang harus dilakukan oleh
pemimpin adalah “menjewer” mulut si oknum tersebut, agar berhenti
membuat kegaduhan yang tidak perlu.
Bagaimana cara menjewernya?
Mudah saja, karena si karyawan atau oknum ini pada dasarnya memang belum capable pada posisinya saat ini, maka buatlah dia menjadi pintar yang sesungguhnya yaitu dengan memberikan arahan atau direction yang jelas, tegas, dan tuntas.
Lalu
arahan tersebut harus terus dikawal dan diawasi langsung oleh sang
pemimpin, dan jika perlu pemimpin bisa melakukan teguran yang keras
bilamana oknum yang centil ini masih saja “nyinyir” membuat kegaduhan.
Pada
akhirnya, garis tangan pemimpin yang menentukan apakah sukses meredam
kegaduhan atau malah menjadi korban dari kegaduhan itu. Artinya sang
pemimpin seperti Anda wajib tampil ke depan dengan tegas, lugas, dan
jelas apa yang harus dilakukan oleh seluruh anggota tim.
Sesederhana inikah kepemimpinan dalam dalam kegaduhan? Jawabannya ya!
Namun
sayangnya yang sederhana ini ternyata bisa menjadi sulit bagi mereka
yang tidak bersungguh-sungguh menjalankan fungsi kepemimpinannya.
Selamat Memimpin!
Oleh Jazak Yus Afriansyah
@jazakYA