Jangan Remehkan Sistem Kuliah Online, Ini Alasannya...
Jumat,2015-05-22,08:15:02
ilustrasi
(Berita Dunesia) Banyak orang mengalami kendala saat ingin
melanjutkan kuliah. Sebagian terbentur problematika ekonomi. Lainnya
terlanjur asyik di dunia kerja sehingga waktu menjadi begitu berharga
karena tak cukup disambil untuk studi.
Ada juga beberapa
kalangan mampu terhalang merampungkan pendidikan karena kondisi fisik.
Tubuh tidak fit sehingga tak mampu melakukan perjalanan terlalu lama
atau terlalu jauh.
Tak ayal, presentase Angka Partisipasi Kasar
(APK) Indonesia tahun 2014 masih 30 persen. Artinya, 7 dari 10 orang
Indonesia pada rentang usia 19-23 tahun tak mampu melanjutkan ke
perguruan tinggi.
Tentu saja, kita trenyuh melihat data-data
tersebut. Tapi, sebaliknya, hati siapa tak akan tersentuh melihat kilas
balik semangat juang sang komedian legendaris, almarhum Ferrasta
Soebardi atau akrab disapa Pepeng? Walau terbaring selama hampir 10
tahun karena penyakit Multiple Sclerosis, Pepeng berhasil menyelesaikan
studi S-2 dari balik tempat tidur. Bahkan, dia lulus dengan nilai "A"!
Memang,
walau tidak begitu banyak, ada beberapa mahasiswa yang tidak mungkin
mengikuti perkuliahan seperti mahasiswa biasa. Padahal, semangat mereka
tak bisa diremehkan.
"Ada mahasiswa kita yang sejak SMP harus
cuci darah seminggu sekali. Sulit sekali bagi dia kalau harus
melanjutkan ke universitas dengan sistem konvensional," ujar Director
Binus Online Learning, Engkos Achmad Kuncoro, saat ditemui di Kampus
Binus Anggrek, Jumat (8/5/2015) lalu.
Engkos melanjutkan,
orang-orang seperti itu butuh wadah khusus yang mampu memberikan bekal
pendidikan tanpa terhalang kondisi fisik. Harapannya, wadah tersebut
dapat memberikan kesempatan kuliah sehingga kepercayaan diri mereka
meningkat.
"Mereka jadi optimistis dan merasa dihargai. Ada rasa untuk terus memperbaiki diri dan berinovasi," tutur Engkos.
Berprestasi, tapi tak punya waktu
Engkos
menjelaskan kondisi mahasiswa lain yang pernah ia temui. Ada juga dari
mereka yang sehat secara fisik, berprestasi, namun tak punya waktu luang
untuk melanjutkan kuliah.
"Ada juga lulusan kami yang atlet
juara sepatu roda nasional. Dia berprestas. Sempat drop out dari kuliah
konvensional karena terbentur jadwal padat latihan dan kompetisi," tutur
Engkos.
Dia mengatakan, banyak sekali orang berniat serius
menyelesaikan pendidikan tinggi namun terhalang berbagai hal. Jika
dibiarkan, mereka akan hidup tergantung kepada orang lain sehingga
menjadi beban masyarakat, terutama ketika mereka memasuki usia senja.
Solusi “all in one”
Saat
ini pendidikan kian maju. Semakin banyak alternatif bagi masyarakat
untuk menikmati bangku kuliah. Salah satunya adalah perkuliahan sistem
online.
"Kuliah online adalah salah satu solusi untuk orang-orang
yang tidak memiliki waktu luang cukup atau orang dengan kendala fisik
tapi mau kuliah," ujar Engkos.
Selain fleksibel, sistem ini
menawarkan biaya lebih murah hingga 40 persen. Mahasiswa tidak harus
sering datang ke kampus, jadi tidak perlu menggunakan fasilitas kampus.
"Kalau di Amerika, kuliah online lebih mahal dari kuliah biasa. Di sini terbalik," jelas Engkos.
Dia
melanjutkan, semua bahan perkuliahan dapat diunduh langsung di Learning
Management System (LMS). Jadi, cukup bermodal internet, mahasiswa bisa
mengenyam perkuliahan dengan kualitas sama.
"Kami mengerti
kualitas itu penting. Jangan berani main-main dengan kualitas. Misalnya
mahasiswa tidak bisa video confference ditoleransi atau telat
mengumpulkan tugas diperbolehkan. Itu salah. Kita nggak pakai itu," kata
Engkos.
Dia juga menyebutkan prestasi mahasiswanya yang memiliki
kendala kesehatan. Setelah lulus, si mahasiswa berhasil menggunakan
ilmunya untuk berbisnis online.
"Kuliahnya online, kerjanya online. Jadi, nggak ada masalah dengan kesehatan," lanjutnya.
Engkos
berharap, ilmu saat berkuliah online dapat digunakan sebagai modal saat
mereka mulai merintis bisnis atau karir. Semangat untuk menuntut ilmu
tak boleh padam dengan alasan apapun.