Jakarta - Sutradara sekaligus salah satu pendiri Teater
Keliling, Rudolf Puspa tahu cara menggaet anak-anak muda berkesenian
ialah mengajak mereka terlibat dalam pertunjukan.
"Gaya kami begitu, pemain berinteraksi dengan penonton. Bahasa
sesuai dengan yang digunakan anak muda, karena kami bergaul dengan anak
muda dan mengemban misi supaya orang-orang Indonesia bisa berubah,
dengan cara mencintai tanah air," ujar Rudolf kepada ANTARA News seusai
pementasan "Jas Merah Sang Timur" di Galeri Indonesia Kaya (GIK),
Jakarta, Minggu.
Melalui pertunjukan interaktif berpadu bahasa yang mudah
dipahami, Teater Keliling dirasa mampu menggaet anak-anak muda rentang
usia sekolah menengah pertama hingga perguruan tinggi, setidaknya untuk
menonton.
Sekalipun dikemas dengan bahasa yang relatif mudah dipahami anak
muda, Rudolf tetap memasukkan nilai-nilai kebangsaan semisal
nasionalisme dan kemanusiaan dalam pertunjukannya.
"Tema umumnya humanisme universal, kemanusiaan. Kita punya
Pancasila. Anak-anak sekarang Pancasila saja enggak tahu," tutur dia.
Pada pertunjukan "Jas Merah Sang Timur", drama bertema
nasionalisme yang dikolaborasikan dengan musik, tari dan nyanyian itu
bercerita tentang tiga anak muda yang sudah lama tidak berjumpa kemudian
mereka mengadakan reuni dengan berlibur ke Pulau Komodo, NTT.
Patty, Koor dan Komer, saling memamerkan gaya hidup
masing-masing. Komer misalnya yang haus dengan konsumerisme Barat, lalu
Koor yang kaya raya dengan hasil korupsi. Sementara Patty yang selalu
berkoar seakan menghina bangsa sendiri tapi tidak berbuat apapun untuk
bangsanya.
Kesombongan ketiganya itu, lalu memunculkan tiga pahlawan dari Timur
yang secara imaginer muncul untuk mempertanyakan arti dari pengorbanan
mereka untuk kemerdekaan, yakni Martha Christina Tiahahu, Herman
Johannes dan Marthen Indey.
Penonton tak kesulitan memahami dialog dan makna yang dibalut dialog
antara para pemain. Tak jarang mereka tertawa melihat kekonyolan para
pemain dan terdiam sembari bergidik kala melihat "Sang Ibu Pertiwi"
dirusak pihak-pihak tak bertanggung jawab.
"Sebetulnya senimannya yang harus aktif mendatangi mereka (anak
muda). Kita datangi, kita ajak, kita rangkul, kita beri contoh.
Ngomongnya pun dengan bahasa yang tidak susah dipahami. Kesenian itu
enggak susah," pungkas Rudolf.
COPYRIGHT © ANTARA 2015