Film Mencari Hilal ajarkan hormati keberagaman
Selasa,2015-07-07,08:34:14
ilustrasi Menteri Agama Lukman Hakim.
(Berita Dunesia) Jakarta - "Saya berjualan bukan untuk cari untung, tetapi
ibadah," kata Mahmud (Deddy Sutomo), seorang pemilik toko kelontong yang
membuat kesal para pesaing akibat memasang harga di bawah standar.
Mahmud memegang teguh prinsip-prinsip Islam yang diwujudkan
dalam setiap serat kehidupannya. Berdakwah, berdakwah, berdakwah. Tak
jarang dia mengkritik perilaku orang-orang sekitarnya yang dianggap
tidak sesuai dengan kebenaran yang dianutnya.
"Kamu takut sama Allah apa sama mertua?" sindirnya saat seorang jamaah
pamit saat Mahmud hendak menyampaikan ceramah di masjid. Alasannya,
disuruh mertua berbelanja untuk lebaran.
Sebagian merasa jengah dengan sudut pandang Mahmud, termasuk putranya
sendiri, Heli (Oka Antara) yang telah lama pergi dari rumah untuk
mengabdi sebagai aktivis lingkungan.
Suatu hari, Mahmud tersentak dengan berita sidang isbat penentuan hari
Idul Fitri yang menelan biaya miliaran rupiah. Dia teringat masa lalu di
pesantren saat mencari hilal bersama teman-temannya. Mahmud ingin
melakukan napak tilas. Mahmud ingin melihat hilal.
Namun, usianya sudah renta. Putrinya Halida (Eryhtrina Baskoro) melarang
niat sang ayah yang sudah sakit-sakitan. Pada saat yang sama, Heli
tiba-tiba pulang ke rumah. Bukan karena ingin menghabiskan waktu bersama
keluarga saat lebaran, tetapi hanya karena ingin mengurus paspor untuk
pergi ke Nicaragua sebagai aktivis lingkungan.
Heli merayu sang kakak untuk mau membantu mengurus paspornya agar
selesai lebih cepat karena dia benar-benar dikejar waktu.
Halida yang bekerja di imigrasi berjanji membantu asal Heli mau menemani
ayahnya mencari Hilal. Dengan berat hati, Heli kemudian melakukan
perjalanan bersama ayahnya.
Selama perjalanan, mereka bertemu banyak orang dan menghadapi berbagai
peristiwa yang menumbuhkan rasa saling pengertian di antara dua generasi
yang berbeda.
Sutradara 29 tahun Ismail Basbeth dipercaya untuk mewujudkan skenario
"Mencari Hilal" ke layar lebar. Pria berdarah Arab yang besar dalam
tradisi Jawa itu biasa membuat karya yang berseliweran di festival film
internasional, misalnya "Another Trip to the Moon" yang masuk Tiger
Awards International Film Festival Rotterdam 2015.
Tema hubungan ayah-anak yang dekat dengan keseharian banyak orang menjadi salah satu daya tarik "Mencari Hilal" di mata Ismail.
"Peristiwa-peristiwa ini pernah saya alami, kalau saya jujur dalam
membuat film, mungkin bisa tersampaikan pada penonton," kata dia.
Meski lebih sering membuat film seni eksperimental yang diterima di
festival film internasional, Ismail menganggap film festival dan film
komersil sama saja.
"Itu hanya label perdagangan, yang terasa adalah perbedaan film bagus
dan tidak bagus," imbuh pembuat film pendek "Shelter" itu.
Terbiasa membuat film independen, dia mengaku terbiasa bekerja secara
efisien sehingga setiap adegan benar-benar dipikirkan secara matang.
"Satu shot pun jangan sampai terbuang."
Ismail ingin menyampaikan keberagaman di Indonesia, termasuk soal agama, budaya dan generasi tanpa ingin menghakimi.
"Solusi dari perbedaan adalah menerima perbedaan itu."
Film yang pengambilan gambarnya berlangsung di berbagai tempat di
Jogjakarta itu merupakan salah satu karya dari Gerakan Islam Cinta dan
Indonesia Tanpa Diskriminasi.
Gerakan tersebut dimotori oleh lima rumah produksi, yakni MVP Pictures,
Studio Denny J.A, Dapur Film, Argi Film dan Mizan Productions yang ingin
membuat karya yang mendorong pemahaman keagamaan toleran.
"Mencari Hilal" akan tayang pada 15 Juli 2015.