Belajar menghemat energi dari burung saat bermigrasi
Selasa,2015-05-05,07:24:07
(Berita Dunesia) Bogor - Pernahkah Anda memperhatikan burung-burung yang
terbang dalam kawanan saat bermigrasi ? Biasanya mereka membentuk
formasi tertentu, yang paling sering adalah formasi huruf V.
Formasi
itu, dari sisi aerodinamika dan efisiensi pemakaian energi ternyata
memiliki dampak mengagumkan, yaitu mempertinggi pemanfaatan aerodinamika
akibat turbulensi udara yang berkurang dan berujung pada meminimalkan
pemakaian energi burung.
Jihad dari Bird
Conservation Officer Burung Indonesia, organisasi pelestarian burung
liar, di Bogor, Rabu, mengatakan, saat burung mengepakkan sayap, akan
muncul pusaran udara dari tiap ujung sayapnya. Dalam aerodinamika
dinamakan vorteks.
Pusaran udara ini
mengakibatkan udara yang berada tepat di belakang burung tersebut akan
terdorong ke bawah. Sementara udara di sisi samping dan belakang akan
terdorong ke atas, dan gabungan keduanya akan berputar sedemikian rupa
dengan arah berlawanan pada ujung sayap kanan dan sayap kiri.
Vorteks
itu --pada luasan dan jarak tertentu-- memberi manfaat pada obyek
bergerak lain di udara yang ada di dekatnya. Semakin besar burung atau
pesawat terbang itu, semakin besar vorteksnya, dan semakin jauh area
yang bisa terdampak.
"Akibatnya, ketika ada burung lain yang terbang di sisi tersebut,
burung itu akan mendapat 'tumpangan' gratis dan menghemat energinya
untuk terbang," kata Jihad.
Ia mengatakan dengan formasi huruf V, hanya burung yang terdepan
alias pemimpin formasi yang mengeluarkan energi lebih. Karena itu, agar
semua burung yang terbang dalam formasi tersebut dapat menghemat energi,
mereka bertukar posisi secara bergiliran menjadi pemimpin formasi.
"Formasi seperti ini umum dilakukan jenis bebek, atau angsa saat
melakukan perjalanan jarak jauh, seperti migrasi musim dingin, untuk
menghemat energi," katanya.
Dijelaskannya, strategi burung untuk menghemat energi terbang atau
melayang tersebut menjadi inspirasi bagi manusia. Formasi terbang V
misalnya, digunakan pesawat tempur untuk menghemat bahan bakar saat
terbang. Sementara pemanfaatan aliran udara panas layaknya raptor
digunakan manusia dalam olah raga paralayang.
"Tak hanya menjadi inspirasi untuk menghemat energi di udara,
burung juga menjadi sumber inspirasi hemat energi di darat," katanya.
Menurut Jihad, seorang Kepala Teknisi Kereta dan pengamat burung
asal Jepang, Eiji Nakatsu, menemukan inspirasi dari burung raja udang
yang mampu menyelam dengan kecepatan tinggi dari udara ke dalam air
untuk menangkap ikan, dengan hanya menimbulkan sedikit percikan air.
Artinya, lanjut dia, cekakak atau burung raja udang mampu berpindah
dari satu medium (udara) ke medium lain (air) dengan super cepat dan
nyaris tanpa menimbulkan gelombang.
Pergerakan dengan kecepatan tinggi melewati dua medium berbeda itu sama halnya dengan yang dialami shinkansen kereta super cepat asal Jepang, ketika memasuki terowongan karena perubahan tekanan udara yang tiba-tiba.
"Nakatsu berpikir kereta yang memiliki kecepatan hingga 300 km/jam
perlu memiliki bentuk moncong seperti paruh burung raja udang," kata
dia.
Jihad menambahkan, selain mengurangi kebisingan, perubahan bentuk
moncong kereta menyerupai paruh Raja Udang ini bahkan mengoptimalkan
kecepatan sekaligus meminimalkan penggunaan energi listrik.
"Menurut Nakatsu, bentuk moncong Shinkansen seri 500 yang
mengadopsi paruh burung raja udang berhasil menurunkan tekanan udara
sebanyak 30 persen, penggunaan energi listrik turun 15 persen, dan
kecepatan naik 10 persen dibandingkan shinkansen seri terdahulu,"
katanya.
Perhimpunan Pelestarian Burung Liar Indonesia atau Burung Indonesia
menjalin kemitraan dengan Birdlife International yang berkedudukan di
Inggris.
Memperingati Hari Bumi, burung
Indonesia mengajak masyarakat bersama-sama melestarikan bumi dan
menghemat energi seperti yang dilakukan burung.