Anjing berevolusi bersama perubahan iklim
Kamis,2015-08-20,07:16:29
ilustrasi
(Berita Dunesia) Jakarta - Hasil studi baru pada fosil-fosil anjing Amerika Utara yang berusia sekitar 40 juta tahun
menunjukkan bahwa perjalanan evolusi seluruh kelompok predator kemungkinan merupakan
konsekuensi langsung dari perubahan iklim.
"Ini memperkuat
gagasan bahwa predator mungkin sama sensitifnya terhadap iklim dan
habitat seperti herbivora," kata profesor ekologi dan biologi evolusi di
Brown University, Christine Janis, yang bekerja bersama penulis utama
studi Borja Figueirido, profesor di Universidad de Málaga di Spanyol.
Daratan
Amerika Utara 40 juta tahun lalu hangat dan berhutan. Anjing adalah
spesies asli dari kawasan itu. Fosil-fosil menunjukkan spesies anjing
pada masa itu lebih mirip musang daripada anjing yang hidup saat ini dan
beradaptasi baik dengan habitat itu.
Tungkai depan mereka tidak dikhususkan untuk berlari, tapi fleksibel untuk bergulat dengan mangsa apapun yang mereka lewati.
Tapi
beberapa juta tahun kemudian iklim global mulai mendingin dan di
Amerika Utara, Pegunungan Rocky telah mencapai ambang batas pertumbuhan
yang membuat benua jauh lebih kering. Hutan perlahan membuka jalan bagi
pembukaan padang rumput.
Apakah transisi ini mempengaruhi evolusi
karnivora? Untuk mengetahui itu, Figueirido dan tim peneliti yang juga
meliputi Jack Tseng dari American Museum of Natural History di New York
meneliti siku dan gigi dari 32 spesies anjing yang hidup sepanjang
periode 40 juta tahun lalu sampai dua juta tahun lalu.
Mereka
melihat pola yang jelas pada tulang-tulang itu di museum, yakni bahwa
pada saat perubahan iklim membuka vegetasi, anjing-anjing itu berevolusi
dari penyerang menjadi predator yang sepanjang hari mengejar-menerkam
mangsa seperti anjing hutan atau rubah modern.
Janis mengatakan
sikunya mewakili apa yang dilakukan karnivora dengan tungkai depan
mereka, yang memperlihatkan seluruh repertoar gerak mereka.
Perubahan
pada siku itu berkaitan dengan struktur dasar dimana tulang
lengan atasnya berartikulasi dengan lengan bawah, berubah dari satu
sisi kaki depan yang bisa memutar (telapak tangan bisa ke dalam atau ke
bawah) untuk menangkap dan bergulat dengan mangsa dan satu sisi selalu
berstruktur menghadap bawah khusus untuk daya tahan berlari.
Menurut
Janis, kucing modern masih mengandalkan serangan daripada mengejar,
kecuali cheetah, dan memiliki tungkai depan untuk bertarung, tapi
tungkai anjing cocok untuk pengejaran yang lebih panjang
Selain
itu, gigi anjing cenderung punya daya tahan lebih besar menurut temuan
tim Figueirido yang dipublikasikan di jurnal Nature Communications.
Daya
tahan gigi anjing itu kemungkinan sesuai dengan kebutuhan untuk
menaklukkan mangsa yang berguling-guling di kerikil padang rumput
daripada lantai hutan yang berdaun dan lembab.
Kaitan Langsung Iklim
Penelitian
itu dan beberapa penelitian Janis sebelumnya menunjukkan bahwa predator
tidak hanya berevolusi karena menyesuaikan diri dengan perubahan
mangsa.
Mereka tidak mengembangkan tungkai depan untuk berlari cepat hanya karena
rusa dan kijang berjalan lebih cepat.
Sementara herbivora saat
ini berevolusi dengan memiliki kaki lebih panjang, bukti evolusi
predator yang dilacak dalam studi ini jelas berhubungan langsung dengan
perubahan-perubahan habitat yang terkait
iklim daripada anatomi spesies mangsanya.
Bagaimanapun juga tidak menguntungkan beroperasi sebagai predator pengejar dan penerkam mangsa sampai ada ruang untuk berlari.
"Tak ada gunanya berlari dan menerkam di hutan. Mereka akan menabrak pohon," kata Janis bercanda.
Jika
predator berevolusi dengan perubahan iklim dalam 40 juta tahun
terakhir, penulis berpendapat, maka kemungkinan mereka akan terus
beradaptasi dengan perubahan iklim yang sekarang lebih banyak terjadi
akibat ulah manusia.
Hasil penelitian baru itu bisa membantu memprediksi efeknya pada gerakan.
"Sekarang
kita melihat ke masa depan di perubahan antropogenik," kata Janis
seperti dilansir laman resmi Brown University di Amerika Serikat.