(Berita Dunesia) Koki televisi terkenal asal Amerika Serikat, Anthony Bourdain,
mengatakan "Kau belajar banyak tentang seseorang ketika makan
bersama-sama."
Jadi tak salah jika Kementerian Pariwisata
menggunakan kuliner sebagai salah satu alat untuk memperkenalkan
Indonesia ke bangsa lain.
Pada Sabtu (12/12), Kementerian
menggelar festival kuliner Nusantara di Busan Indonesia Center (BIC),
Korea Selatan, untuk mempromosikan cita rasa Indonesia.
Gedung
empat lantai dengan kedai kopi "Kafe Luwak" yang menyediakan beragam
kopi asli Indonesia dan kerajinan tangan di lantai satu itu berada di
daerah sub-urban dan dianggap strategis untuk menarik massa.
Saat
festival kuliner Nusantara, aneka makanan Indonesia seperti mi goreng,
sate ayam, rendang, gado-gado, bubur kacang hijau, bubur ketan serta
kopi hitam tersaji gratis di gedung milik Kim Soo Il yang diresmikan
tahun 2012 itu.
Koki sekaligus dosen Sekolah Tinggi Pariwisata (STP) Bandung Christian Helmi Rumayar memasak makanan-makanan khas Indonesia itu.
Demi
menarik banyak perhatian warga sekitar, empat penari dan empat pemusik
dari Bandung World Ethnic serta dua peserta tetap Jember Fashion
Carnival unjuk keahlian di acara tersebut.
Para alumni maupun
mahasiswa Istitut Seni Budaya Indonesia Bandung itu membawakan lagu
daerah, lagu dangdut, tari tradisional hingga tari kreasi diiringi irama
gendang, suling sampai biola dalam acara yang berlangsung pukul 10.00
sampai 16.30 waktu setempat itu.
Kostum Jember Festival Maadalika dengan sayap menjulang tinggi juga dipertontonkan.
Dan agar dialog budaya lebih terasa, Kim sebagai tuan rumah mengajak
para ibu yang tergabung dalam Busan City Women's Culture Center Team
dan Busan City Women's Dancer Team membawakan musik dan tarian
tradisional Korea.
Ratusan pengunjung, baik warga lokal Busan maupun warga Indonesia
silih berganti mengantre makanan sambil menikmati nyanyian dan tarian.
Kadang mereka ikut berjoged dengan para penari.
Di antara pengunjung, ada anggota dewan perwakilan rakyat daerah Busan yang masuk dalam
Komite Kesejahteraan dan Lingkungan Lee Jong Jin.
"Saya suka makanan Indonesia terutama mi goreng karena saat saya
masih kuliah di Amerika saya sering dibuatkan mi goreng oleh teman
sekamar saya asal Indonesia," kata Lee yang datang bersama istrinya ke
acara festival kuliner.
Kepala Bidang Festival dan Promosi Asia
Pasifik Kementerian Pariwisata Adella Raung mengatakan festival kuliner
itu digelar untuk memperkenalkan budaya Indonesia ke lebih banyak orang
Korea.
"Kami berupaya agar makin banyak orang Korea yang kenal dengan
budaya Indonesia, apalagi bukan hanya menampilkan masakan melainkan
dilengkapi dengan tarian Nusantara," katanya.
"Korea selalu menjadi salah satu pasar utama pariwisata Indonesia
dan merupakan satu dari lima pasar terbesar wisatawan mancanegara,
apalagi sejak September 2015 sudah diberlakukan bebas visa untuk
wisatawan Korea yang akan mengunjungi Indonesia," katanya.
Mengapa kuliner?
"Semua orang butuh makan karena itu orang-orang datang. Kuliner
Indonesia sebenarnya masih banyak yang bisa dieksplorasi, karena konsep
kebudayaan sebenarnya bukan hanya tarian atau hasta karya tapi juga
makanan, sayangnya makanan kerap tidak jadi prioritas," kata Christian
Helmy Rumayar (46).
Christian, yang sudah mengajar di STP Bandung sejak 1996, mengatakan
masakan Indonesia punya keunggulan dari cita rasanya yang kuat.
"Keunggulan masakan kita itu punya rasa yang sedikit kuat sekaligus
menyehatkan karena penuh dengan rempah-rempah. Orang luar suka
mengatakan makanan kita
spicy, yang konotasinya pedas, tapi maksud sesungguhnya menggunakan banyak rempah yang menyehatkan," katanya.
Ketika orang-orang Portugis dan Spanyol datang ke Indonesia, ia menuturkan, mereka tahu bahwa rempah punya khasiat.
Dan
masakan Indonesia berbumbu rempah-rempah berkhasiat itu. Rendang
misalnya, dibumbui dengan jahe, kunyit, cabai, dan daun sereh yang
berfungsi sebagai anti oksidan menurut Christian.
Christian mengakui masakan Indonesia saat ini belum sepopuler
kuliner Thailand maupun Vietnam. Sedikit penyesuaian, menurut dia, perlu
dilakukan untuk meningkatkan popularitasnya.
"Kalau dari sudut pandang ilmu masak, penyesuaian masakan sebenarnya
hanya sedikit, misalkan, yang dipermasalahkan masakan Indonesia pedas,
tapi kan bisa disesuaikan kadar garam dan menganti dengan merica, bukan
cabai rawit," katanya.
Selain itu, ia melanjutkan, sebagian warga asing lebih menyukai
jenis sup yang tidak bersantan karena itu selanjutnya masakan-masakan
tak bersantan seperti pindang perlu lebih ditonjolkan dalam promosi.
"Kalau
orang Indonesia terbiasa memasak dengan menggunakan bumbu halus jadi,
bumbu ditumbuk dan jadi kaldu baru daging dimasukkan, sedangkan orang
asing lebih suka bumbu kasar yaitu dipotong-potong, tumis sebentar lalu
masukkan daging, itu yang dilakukan oleh restoran Vietnam dan China,"
jelas Christian.
Dukungan
Kim Soo Il menggunakan seluruh hartanya untuk membangun BIC dan
mengurus berbagai kegiatan bertema Indonesia demi mendukung pertukaran
budaya Indonesia dan Korea.
"Saya menanam semua harta saya di BIC, mudah-mudahan lewat gedung
ini kerja sama antara pemerintah Indonesia dan Korea semakin terjalin,"
kata Rektor Daegu University of Foreign Studies yang fasih berbahasa
Indonesia itu.
Kim, yang mulai belajar tentang Indonesia tahun
1972 dan kemudian jatuh cinta pada Indonesia, menjadi wakil pemerintah
Indonesia dari tahun 1993 sampai 2007.
"Saya pernah membantu pemerintah Indonesia di sini. Walaupun saya
orang Korea, tapi pemerintah mengangkat saya sebagai wakil pemerintah
Indonesia di sini selama 15 tahun," katanya.
"Kemudian saya juga
bekerja untuk pemerintah Indonesia sebagai perwakilan Indonesia di
Korea, juga penasihat untuk perizinan pengusaha Korea, dan saya rektor
universitas Daegu, melalui universitas itu, saya mau memajukan studi
Indonesia di Korea," tambah dia.
Mahasiswa Kyungsung University asal Indonesia juga ikut mempromosikan Indonesia melalui tari-tarian.
"Di Kyungsung kami ada kelompok tari Kyungsung Indonesia Traditional
Dance Association (KITA) dan kami punya acara 'Knock-knock Indonesia'
yang menampilkan drama musikal dengan cerita rakyat Indonesia. Semua
pemainnya adalah mahasiswa Indonesia di Kyungsung," kata Gita (21),
salah satu koordinator KITA.
KITA menyajikan tari-tari
tradisional Indonesia dalam bentuk drama musikal dengan lakon cerita
rakyat dalam pertunjukan "Knock-knock Indonesia" mereka.
Gita
menuturkan acara "Knock-knock Indonesia sudah berlangsung empat tahun
dan setiap tahun ada sekitar 400 undangan yang hadir, sebagian besar
orang Korea yang awalnya penasaran mengenai Indonesia dan lama-lama
menjadi penonton rutin karena menganggap kebudayaan Indonesia sangat
berwarna.
"Mahasiswa Indonesia di sini memang secara sadar menunjukkan jati diri sebagai orang Indonesia," kata Gita.
Editor: Maryati
COPYRIGHT © ANTARA 2015