SEJAK pagi, ratusan kerbau berkumpul di areal persawahan di Dusun Labuan Ala, Kecamatan Maronge, Sumbawa, Nusa Tenggara Barat.
Kerbau-kerbau
ini bukan kerbau biasa. Mereka adalah kerbau petarung yang datang dari
sejumlah desa untuk berlaga dalam ajang barapan kerbau.
Tradisi
barapan kerbau adalah tradisi khas masyarakat Sumbawa yang digelar
menjelang musim tanam. Saat musim hujan tiba, areal bertanding akan
dilaksanakan di sebuah areal sawah yang tergenang kira-kira setinggi
mata kaki.
KOMPAS/LASTI KURNIA Barapan Kerbau di Dusun Labuan Ala, Kecamatan Maronge, Sumbawa, Nusa Tenggara Barat.
Awalnya
tradisi ini berlangsung sebagai hiburan, tetapi kemudian tradisi
barapan kerbau menjadi ajang menaikkan status dan martabat pemilik
kerbau.
Kerbau yang mengikuti barapan akan dibagi dalam berbagai kelas berdasarkan ukuran badan.
Kerbau
yang berlaga terdiri atas sepasang kerbau yang dipasangi noga atau
sepasang kayu yang dipasangkan di kedua leher kerbau. Lalu, di tengahnya
dipasang kareng atau tepat joki berpijak.
KOMPAS/LASTI KURNIA Barapan Kerbau di Dusun Labuan Ala, Kecamatan Maronge, Sumbawa, Nusa Tenggara Barat.
Joki
akan mengiring kerbau menggunakan makar atau cambuk, dari garis start
ke arah sakak atau sebuah tonggak kayu yang ditancapkan menjadi garis
finis.
Kerbau yang tercepat menabrak sakak adalah kerbau yang memenangi pertandingan.
Hadiah barapan kerbau bukanlah tujuan utama dari pemilik kerbau.
Bagi
pemilik kerbau, selain menaikkan status sosial dan gengsi pemilik
kerbau, kemenangan juga menaikkan harga kerbau menjadi berkali lipat.
KOMPAS/LASTI KURNIA Barapan Kerbau di Dusun Labuan Ala, Kecamatan Maronge, Sumbawa, Nusa Tenggara Barat.
Kerbau pemenang, misalnya, harganya bisa meroket dari belasan hingga Rp 100 juta.
Tak heran apabila pemilik kerbau akan mengistimewakan kerbau-kerbau yang dilatih menjadi kerbau petanding. (Lasti Kurnia)